Selaksa
Cinta Untukmu Bunda [Cahaya Cinta Ibunda]
*Keisya Avicenna
Bingkisan kataku menari
Di ujung jemari
Tertuang dalam puisi
Mencurahkan kerinduan yang menghentak di hati
Bunda…
Dalam temaram sang malam
Engkau hadir laksana pelita
Engkaulah
wanita yang sangat berarti dalam hidup putrinya
Senyum
kita adalah kebahagiaan Bunda
Dan
tangis kita adalah kesedihan Bunda
Di
waktu kecil, Bunda tunjukkan padaku
Bagaimana
berjalan tanpa tangan Bunda…
Kini,
setelah beranjak dewasa, Bunda ajarkan padaku
Bermimpi seluas langit
Dan
selalu tabah mengarungi bahtera kehidupan...
Tidak ada yang pernah bisa
menandingi cinta dan pengorbanan Bunda
Kasih sayang Bunda...tulus,
tak bersyarat.
Kasih Bunda sepanjang badan.
Sayang Bunda sepanjang jalan.
Cinta Bunda sepanjang hayat
Bunda...dari rahim sucimu,
diri ini terlahir
Engkau bagai matahari yang
tak pernah lelah hangatkan bumi
Bagai rembulan yang selau
setia pantulkan cahaya cinta dalam pekatnya malam
Bahkan Bunda bagaikan angin
pembawa kesejukan bagi nurani yang sepi
Bunda, jiwa yang selalu memberi dengan keikhlasan hati
Menjadi pengobar semangat akan cinta yang dalam
Memberi makna hidup yang penuh tantangan di masa
depan...
Bunda…
Karena
engkaulah sempurna kebahagiaanku
Setiap
kali aku putus asa…
Senyum
Bunda yang slalu menawarkan asa untukku…
Di
waktu malam, desah nafas Bundalah yang slalu menghangatkanku
Senyum
Bunda yang slalu menyambut wajah tidurku…
Bunda…
Aku bangga menjadi putrimu...
Bagian
dari diri Bunda
Surga
ada di telapak kakimu...
Malam ini…
Dalam untaian rindu yang menggelora
Terbingkai dalam rangkaian kata sederhana
Menorehkan indah akan segala
kenangan
Terbayang sosok wanita lembut
dengan guratan-guratan wajah tegar,
yang mungkin kini tengah
sendiri,
Menanti di samudra rindu.
Ingin rasanya detik ini jua
menghamburkan badan pada pangkuanmu
dan berbisik…”I Love U
BUNDA…”
Kini, bersama untaian do'a yang mengalun
syahdu…
Kulukiskan rindu diatas langit-langit hati
Penuh do'a tulus dan suci
Semoga Bunda selalu dalam naungan cinta Illahi
Robbi…
Di
sepertiga malam ini ada bait rindu yang ingin aku ungkapkan, ada doa tak
berbilang yang ingin aku panjatkan untuk sosok mulia yang menjelma malaikat
dalam hidupku, IBU…
Ada satu kisah di masa lalu, yang kali ini
izinkan deretan aksaraku kembali mengenangnya.
Ya, tiap HARI IBU atau tiap kapan pun itu aku
pasti mengenang jasa-jasa Ibu yang luar biasa dalam hidupku. Aku kembali
membawa anganku melayang 10 tahun silam. Saat di mana aku tega membuat Ibu
bersedih, membuat air mata Ibu terkuras. Tapi, apa dayaku untuk melawan
skenario-Nya? Justru ketika aku merasa rapuh dan lemah, Ibu-lah orang pertama
yang menguatkan.
Pasca aku “divonis” dokter untuk cuti sekolah 1
tahun, Ibu yang memotivasi hari-hariku. Ibu paham sekali dengan perasaanku yang
menjadi sangat sensitif waktu itu. Bagaimana tidak sedih dan sakit hati, tiap
hari aku disuguhkan pemandangan keberangkatan saudari kembarku sendiri yang
memakai seragam putih-abu-abu dan ia menikmati hari-hari kelas 2 SMA-nya dengan
sangat ceria. Sedangkan aku? Aku harus fokus dengan kesembuhanku. Meski Babe
dan Ibu telah menyiapkan “warung kecil” yang harus aku kelola. Tapi, kesedihan
itu benar-benar menghebat dalam diri ini.
Dan aku paling benci kalau ada orang menjengukku ke rumah! Ya, aku tidak suka
dikasihani orang. Orang-orang yang datang dengan tatapan iba. Ah, betapa egois
dan jahatnya hatiku waktu itu. Aku benar-benar merasa menjadi orang yang tidak
bisa menerima kenyataan.
Pada suatu siang saat teman-teman kantor Ibu datang ke rumah, aku menyapa
mereka sebentar kemudian asyik kembali di “warung kecil” ku. Setelah mereka
berpamitan, aku segera berlari ke kamar, apa yang kulakukan? Aku menangis! Ya,
aku menangis mencoba meluruhkan segala sedihku! Aku merasa jadi orang yang
paling merepotkan saat itu! Tapi apa yang dilakukan Ibu? Dengan cinta dan
kelembutan hatinya, Ibu menghampiriku, memelukku dengan segenap rasa sayangnya.
Ibu bertanya, “Kenapa Dik Nung menangis? Ada apa? Cerita sama Ibu apa
yang membuatmu sedih?” tanya Ibu sambil mengusap air mata yang telah
menciptakan jejak di kulit pipiku.
Aku menceritakan keluh kesahku. Dengan lirih aku berkata, “Bu, dik Nung
pengin sekolah lagi kayak mbak Ika. Dik Nung gak mau terus-terusan di rumah…” Air
mataku kembali berderai. Setidaknya ada sedikit rasa lega karena aku mampu
mengungkapkan inginku pada ibu. Ibu kembali memelukku erat kemudian menatapku,
beliau pun berkata, “Dik Nung yang sabar, ya! Sekarang dik Nung sedang dapat
ujian dari Allah Swt. Dik Nung harus kuat, harus yakin kalau nanti pasti sembuh
dan bisa kembali sekolah seperti mbak Ika. Babe, Ibuk, Mas Dhody, Mbak Ika,
semuanya gak ingin lihat dik Nung sedih. Yakin ya, Allah Swt sayaaang sama dik
Nung.” Ibu kembali memelukku dan menciptakan keceriaan dan membangun
rasa optimis dalam diri ini. Aku lihat Ibu menangis saat memelukku… Entah,
sudah berapa banyak air mata yang terurai saat Ibu membersamai hari-hari
perjuanganku di rumah sakit. Semuanya menjadi sebuah kenangan indah yang takkan
pernah kuizinkan keluar dari memori otak ini. Dan aku biarkan semuanya
mengendap dalam hati ini.
“Ibu, sudahkah engkau bahagia melihat putrimu sekarang? Sudahkah aku menjadi
anak shalihah yang dengan doa dan akhlaknya dapat mengantarmu ke Jannah-Nya?
Ibu, sungguh aku belum menjadi apa-apa…”
***
RUANG RENUNG
by: Keisya Avicenna
Dengan menyebut asma-Mu, Allah Yang Maha Kasih lagi Maha Sayang. Demi
waktu… Allah SWT telah berfirman dalam Q.S.Al-Ashr! Waktu akan terus berjalan,
dari awal menuju akhir. Yang terus
menyaksikan KEHIDUPAN menuju KEMATIAN! Yang terus
mengantarkan…setiap detik dan setiap nafas.
Waktu adalah makhluk yang abadi. Menyertai setiap langkah manusia dalam hidup,
sehingga dia tahu. KEBURUKAN dan KEBAIKAN manusia. Waktu
juga yang akan menemani manusia, memperoleh balasan dari segala yang mereka
perbuat.
Saudaraku…
LIHATLAH KE DALAM DIRI!
Pejamkan mata duniamu, buka lebar mata
hatimu…Tak terasa, diri ini telah hidup di dunia selama belasan tahun.
Sungguh,tak mengira,waktu begitu cepat berlalu.
Ingatlah baik-baik,ketika dirimu dalam keadaan lemah, buta, tuli, tak bisa
bicara,hanya menangis memecah kesunyian. Ketika itu kita mulai diperkenalkan
dengan dunia fana, kita menangis. Entah, mungkin karena kita menyesal harus
turun ke alam dunia, tempat segala cobaan dan godaan syetan. Karena pada
dasarnya Nabi Adam a.s. turun ke dunia karena hukuman,dan hukuman tentunya
terasa pahit.
Jerit tangis kita disambut dengan senyum haru sang IBU, yang telah
mempertaruhkan nyawanya demi kelahiran kita! Kelemahan kita ditutupi
takbir adzan sang BAPAK, yang mendambakan agar kelak sang anak menjadi orang
yang saleh, orang yang baik, orang yang berguna, dan orang yang sukses
tentunya!
Saudaraku…
Kita mulai beranjak tumbuh…mulai mengenal satu per satu benda dunia, mulai
mengenal keindahan semu dunia. Sehingga perlahan-lahan kita lupa akan komitmen
yang telah kita ikrarkan di hadapan Allah Azza Wa Jalla, di alam kandungan, di
mana waktu itu kita ditanya oleh Allah SWT, “Bukankah aku ini Tuhan
bagimu?”Kemudian kita menjawab,”Ya, hanya Allah Tuhan bagiku!!!” Komitmen
dan perjanjian yang kita buat kemudian hilang, sirna oleh kemilau sihir dunia.
Dari sini coba kita renungkan dengan nuranimu yang suci. Betapa kehidupan ini
sungguh cepat, tak terasa. Sebentar lagi muda akan berlanjut menjadi tua dan
tua akan berlanjut menjadi MATI! Itulah perjalanan dunia…hanya lewat…SEMENTARA!
Maka benar, dalam satu hadist dikatakan bahwa : “Dunia adalah jembatan
menuju akhirat.” Karena di sini tak sedikitpun kebahagiaan dapat
ditemukan. Apa yang kita dapatkan, yang kita genggam saat ini, suatu saat pasti
adakalanya hilang. Ada PERTEMUAN pasti ada PERPISAHAN. Ada AWAL pasti akan
ada AKHIR. Ada PAGI pasti akan diakhiri waktu MALAM. Dan itu cuma terjadi
SATU KALI!
Karena hari ini tidak akan terulang lagi di hari esok! Tahun ini tidak akan
sama dengan tahun kemarin. Bahkan detik ini sudah berbeda dengan detik yang
akan datang.Itulah WAKTU, Saudaraku…! Waktu yang terus memaksa manusia
untuk berlari manjalani kehidupan, sehingga bagi siapa yang berhenti,
maka SANG WAKTU yang akan membunuhnya…
Saudaraku…
Adakalanya kita lupa dan tidak sadar bahwa
kita dikejar sang WAKTU. Kita baru ingat dan sadar ketika sesuatu hilang dari
sisi kita. Kita tahu, setiap yang bernyawa pasti akan MATI! Tapi kita baru
sadar dan terpukul jika orang-orang yang kita cintai pergi…meninggalkan kita.
Renungkanlah, jika suatu saat nanti ibu dan bapakmu telah tiada, sudahkah
selama ini kita mempersembahkan yang TERBAIK untuk mereka? Kenanglah kasih
sayang mereka…
BAPAK…
Tetes demi tetes peluh keringatnya, pengabdian tertinggi untuk keluarga,
sebagai pemimpin, pengatur, pencari rizki bagi keluarga. Terkadang beliau tidak
memperhatikan keadaan dirinya sendiri. Beliau rela tidak makan untuk keluarga
agar kita tetap bisa sekolah. Tak jarang, beliau harus dihadapkan pada
permasalahan yang pelik yang disembunyikannya dari keluarga. Wajar, beliau
tidak mau beban tersebut ikut ditanggung oleh istri dan anak-anaknya.
BAPAK…sosok gagah, tegar dan berwibawa yang kini telah tiada. Lalu siapa lagi
yang memimpin, mengatur,dan mencari rizki untuk keluarga? Siapkah kita saat
ini, untuk bisa seperti BAPAK? Menjadi pekerja keras tanpa pamrih semata-mata
demi keluarga? Apa yang mau kita berikan buat BAPAK, jika kenyataannya beliau
harus meninggalkan kita? Sudahkah kita membuat beliau bangga? Dengan akhlaq
kita, dengan prestasi kita, dengan kebaikan-kebaikan kita? Atau sosok
manusia ini hatinya malah membatu! Hilang rasa hormatnya pada orang
tua! Sehingga perilaku malah menjadi kasar terhadap mereka.
Tapi lihat…mereka tetap tersenyum! BAPAK tetap
mengobatkan kita jika sakit, padahal umpatan dan cacian yang terlontar dari
mulut ini mungkin sama sekali sudah sulit dihitung, karena begitu banyak!
IBU…
Ingatlah pengorbanan sang IBU, yang menyayangi
dan melindungi kita sejak dalam kandungan, yang merawat dan membela kita setiap
saat, kesalahan dan kejelekan kita ditutup rapat oleh IBU!
IBU hanya berharap, anaknya akan berubah suatu saat.
Coba ingat, ketika kita mendapat masalah,IBU-lah tempat terbaik untuk
bercerita, nasihat-nasihat beliau begitu tulus, senyumnya begitu teduh, seolah
beliau berkata:“KAMU HARUS MENJADI ANAK YANG BAIK!”
Ketika sakit… IBU terus menunggui kita, membantu kita untuk segera sembuh,
memotivasi kita untuk selalu bertahan. IBU…yang selalu kita cium tangannya
ketika berangkat beraktivitas, yang selalu kita jadikan pembela setiap saat.
IBU…yang melindungi dan mengatur, melayani
kebutuhan kita, sehingga kita terlupa dan menganggap IBU sebagai pelayan dalam
keluarga.
Sudahkah kita minta ampun kepada IBU?
Atas kesalahan-kesalahan kita, atas umpatan dan cacian kita, atas kemarahan
kita kepada beliau? Atas kesewenang-wenangan kita, memperlakukan dengan
keji. Sosok yang mulia bernama IBU!
Saudaraku…
Kita hanya melihat sedikit, tenteng perjalanan
WAKTU!
Di mana mudah bagi Allah untuk mengambil BAPAK dan IBU dari sisi kita.
Waktu tidak dapat diramal, sehingga saat-saat pahit itu, ketika harus berpisah
dengan BAPAK dan IBU,sangat tidak bisa diperkirakan, akan tiba saat itu
dengan cepat, pahit dan luka. Karena dua sosok yang amat berharga dalam hidup
kita…Kini tiada!
Itu baru kita RENUNGKAN…
Dan kenyataannya, sekarang kita masih mendapati mereka menanti kedatangan kita,
kepulangan kita di rumah, kita masih mendapatkan kasih sayang mereka setiap saat.
Untuk itu, belum terlambat jika mulai saat ini kita mencobauntuk mulai
menghargai jerih payah mereka, untuk memberikan yang TERBAIK bagi
mereka.Menunjukkan PRESTASI dan KESUKSESAN kita, untuk ditukar dengan senyum
BANGGA dan BAHAGIA dari mereka…
Saudaraku…
Masih banyak yang harus kita lakukan untuk menghadapi sang WAKTU, dengan
mempersembahkan yang TERBAIK bagi DUNIA dan AKHIRAT!
Karena sekali lagi, waktu tidak akan
berhenti…waktu akan terus berjalan, sehingga usaha kita hanya siap untuk
menghadapinya detik demi detik…
“Hidup membutuhkan KETEGARAN dan KEKUATAN untuk menjalaninya, karena besok
dan seterusnya, kita tidak akan tetap muda, pasti akan beranjak tua dan mati.
Persiapkan masa depanmu mulai saat ini! Dan biarkan hari-hari cerah di
masa depanmu akan terwujud bersama IKHTIAR dan DOA-mu…”
***
CATATAN LANGIT
by: Keisya Avicenna
Langit masih saja berkeringat saat pelepah malam
mulai menjelma fajar…
Waktu Subuh yang mengalir sebelum malam berakhir
Sang muadzin bersenandung syahdu…
Menampar mimpi-mimpi para pemboros waktu
Pengingat ‘tuk segera terjaga dan mengambil air wudhu
Bermunajat sebelum pagi membuka hari
Saat tiba waktu Dhuha…
Embun perlahan mengering di hamparan rerumputan
Di kening sajadah kupungut pecahan doa
Ada yang menderas di jiwa, dalam harap dan pinta…
Saat jiwa tak lagi mengenal lelah lembaran hari
yang berlarian
Saat itu pula bersemayam sebuah keyakinan:
“Tak perlu lagi bertanya tentang catatan langit!”
Karena pena telah diangkat
Catatan telah mengering
Takdir telah dituliskan!
Di altar langit nanti malam, kan kembali
kubentangkan harapan…
Berharap bulan menghiburku dengan senyuman
Bersama gemintang yang berkerlip nan rupawan
Ibu, semoga Allah Swt segera kabulkan pintamu
Atas AMANAH-Nya yang kelak Dia titipkan padaku…
Aku pernah meminta Ibu menuliskan kata
penyemangat dalam catatan harianku. Dan inilah pesan, harapan dan doa beliau:
“Sehat jasmani dan rohani. Selamat di dunia dan akhirat. Rajin dan
tekun beribadah. Tercapai apa yang dicita-cintakan. Benar, lancar, dimudahkan
aktivitasnya. Dimudahkan jodohnya: ‘yang soleh, bertanggung jawab, pengertian,
mencukupi kebutuhan.’ TETAP SEMANGAT!!!”
Oh Ibu, di telapak kakimu sungguh ada surga…
[Keisya Avicenna]
#Saat kurasakan kasih-Nya mengalir dari langit
teriring syair-syair terindah para malaikat, saatnya kembali mengeja surat
cinta-Nya di beranda sunyi#