IBU, CINTA TANPA AKHIR

22 Desember 2013


Selaksa Cinta Untukmu Bunda [Cahaya Cinta Ibunda]
*Keisya Avicenna

Bingkisan kataku menari
Di ujung jemari
Tertuang dalam puisi
Mencurahkan kerinduan yang menghentak di hati

Bunda…
Dalam temaram sang malam
Engkau hadir laksana pelita
Engkaulah wanita yang sangat berarti dalam hidup putrinya
Senyum kita adalah kebahagiaan Bunda
Dan tangis kita adalah kesedihan Bunda
Di waktu kecil, Bunda tunjukkan padaku
Bagaimana berjalan tanpa tangan Bunda…
Kini, setelah beranjak dewasa, Bunda ajarkan padaku
Bermimpi seluas langit
Dan selalu tabah mengarungi bahtera kehidupan...

Tidak ada yang pernah bisa menandingi cinta dan pengorbanan Bunda
Kasih sayang Bunda...tulus, tak bersyarat.
Kasih Bunda sepanjang badan.
Sayang Bunda sepanjang jalan.
Cinta Bunda sepanjang hayat

Bunda...dari rahim sucimu, diri ini terlahir
Engkau bagai matahari yang tak pernah lelah hangatkan bumi
Bagai rembulan yang selau setia pantulkan cahaya cinta dalam pekatnya malam
Bahkan Bunda bagaikan angin pembawa kesejukan bagi nurani yang sepi
Bunda, jiwa yang selalu memberi dengan keikhlasan hati
Menjadi pengobar semangat akan cinta yang dalam
Memberi makna hidup yang penuh tantangan di masa depan...

Bunda…
Karena engkaulah sempurna kebahagiaanku
Setiap kali aku putus asa…
Senyum Bunda yang slalu menawarkan asa untukku…
Di waktu malam, desah nafas Bundalah yang slalu menghangatkanku
Senyum Bunda yang slalu menyambut wajah tidurku…

Bunda…
Aku bangga menjadi putrimu...
Bagian dari diri Bunda
Surga ada di telapak kakimu...

Malam ini…
Dalam untaian rindu yang menggelora
Terbingkai dalam rangkaian kata sederhana
Menorehkan indah akan segala kenangan
Terbayang sosok wanita lembut dengan guratan-guratan wajah tegar,
yang mungkin kini tengah sendiri,
Menanti di samudra rindu.
Ingin rasanya detik ini jua menghamburkan badan pada pangkuanmu
dan berbisik…”I Love U BUNDA…”

Kini, bersama untaian do'a yang mengalun syahdu…
Kulukiskan rindu diatas langit-langit hati
Penuh do'a tulus dan suci
Semoga Bunda selalu dalam naungan cinta Illahi Robbi…

Di sepertiga malam ini ada bait rindu yang ingin aku ungkapkan, ada doa tak berbilang yang ingin aku panjatkan untuk sosok mulia yang menjelma malaikat dalam hidupku, IBU…

Ada satu kisah di masa lalu, yang kali ini izinkan deretan aksaraku kembali mengenangnya.

Ya, tiap HARI IBU atau tiap kapan pun itu aku pasti mengenang jasa-jasa Ibu yang luar biasa dalam hidupku. Aku kembali membawa anganku melayang 10 tahun silam. Saat di mana aku tega membuat Ibu bersedih, membuat air mata Ibu terkuras. Tapi, apa dayaku untuk melawan skenario-Nya? Justru ketika aku merasa rapuh dan lemah, Ibu-lah orang pertama yang menguatkan.

Pasca aku “divonis” dokter untuk cuti sekolah 1 tahun, Ibu yang memotivasi hari-hariku. Ibu paham sekali dengan perasaanku yang menjadi sangat sensitif waktu itu. Bagaimana tidak sedih dan sakit hati, tiap hari aku disuguhkan pemandangan keberangkatan saudari kembarku sendiri yang memakai seragam putih-abu-abu dan ia menikmati hari-hari kelas 2 SMA-nya dengan sangat ceria. Sedangkan aku? Aku harus fokus dengan kesembuhanku. Meski Babe dan Ibu telah menyiapkan “warung kecil” yang harus aku kelola. Tapi, kesedihan itu benar-benar menghebat dalam diri ini.

Dan aku paling benci kalau ada orang menjengukku ke rumah! Ya, aku tidak suka dikasihani orang. Orang-orang yang datang dengan tatapan iba. Ah, betapa egois dan jahatnya hatiku waktu itu. Aku benar-benar merasa menjadi orang yang tidak bisa menerima kenyataan.

Pada suatu siang saat teman-teman kantor Ibu datang ke rumah, aku menyapa mereka sebentar kemudian asyik kembali di “warung kecil” ku. Setelah mereka berpamitan, aku segera berlari ke kamar, apa yang kulakukan? Aku menangis! Ya, aku menangis mencoba meluruhkan segala sedihku! Aku merasa jadi orang yang paling merepotkan saat itu! Tapi apa yang dilakukan Ibu? Dengan cinta dan kelembutan hatinya, Ibu menghampiriku, memelukku dengan segenap rasa sayangnya. Ibu bertanya, “Kenapa Dik Nung menangis? Ada apa? Cerita sama Ibu apa yang membuatmu sedih?” tanya Ibu sambil mengusap air mata yang telah menciptakan jejak di kulit pipiku.

Aku menceritakan keluh kesahku. Dengan lirih aku berkata, “Bu, dik Nung pengin sekolah lagi kayak mbak Ika. Dik Nung gak mau terus-terusan di rumah…” Air mataku kembali berderai. Setidaknya ada sedikit rasa lega karena aku mampu mengungkapkan inginku pada ibu. Ibu kembali memelukku erat kemudian menatapku, beliau pun berkata, “Dik Nung yang sabar, ya! Sekarang dik Nung sedang dapat ujian dari Allah Swt. Dik Nung harus kuat, harus yakin kalau nanti pasti sembuh dan bisa kembali sekolah seperti mbak Ika. Babe, Ibuk, Mas Dhody, Mbak Ika, semuanya gak ingin lihat dik Nung sedih. Yakin ya, Allah Swt sayaaang sama dik Nung.” Ibu kembali memelukku dan menciptakan keceriaan dan membangun rasa optimis dalam diri ini. Aku lihat Ibu menangis saat memelukku… Entah, sudah berapa banyak air mata yang terurai saat Ibu membersamai hari-hari perjuanganku di rumah sakit. Semuanya menjadi sebuah kenangan indah yang takkan pernah kuizinkan keluar dari memori otak ini. Dan aku biarkan semuanya mengendap dalam hati ini.


“Ibu, sudahkah engkau bahagia melihat putrimu sekarang? Sudahkah aku menjadi anak shalihah yang dengan doa dan akhlaknya dapat mengantarmu ke Jannah-Nya? Ibu, sungguh aku belum menjadi apa-apa…”

***
RUANG RENUNG
by: Keisya Avicenna
Dengan menyebut asma-Mu, Allah Yang Maha Kasih lagi Maha Sayang. Demi waktu… Allah SWT telah berfirman dalam Q.S.Al-Ashr! Waktu akan terus berjalan, dari awal menuju akhir. Yang terus menyaksikan KEHIDUPAN menuju KEMATIAN! Yang terus mengantarkan…setiap detik dan setiap nafas.
Waktu adalah makhluk yang abadi. Menyertai setiap langkah manusia dalam hidup, sehingga dia tahu. KEBURUKAN dan KEBAIKAN manusia. Waktu juga yang akan menemani manusia, memperoleh balasan dari segala yang mereka perbuat.

Saudaraku…
LIHATLAH KE DALAM DIRI!
Pejamkan mata duniamu, buka lebar mata hatimu…Tak terasa, diri ini telah hidup di dunia selama belasan tahun. Sungguh,tak mengira,waktu begitu cepat berlalu.
Ingatlah baik-baik,ketika dirimu dalam keadaan lemah, buta, tuli, tak bisa bicara,hanya menangis memecah kesunyian. Ketika itu kita mulai diperkenalkan dengan dunia fana, kita menangis. Entah, mungkin karena kita menyesal harus turun ke alam dunia, tempat segala cobaan dan godaan syetan. Karena pada dasarnya Nabi Adam a.s. turun ke dunia karena hukuman,dan hukuman tentunya terasa pahit.

Jerit tangis kita disambut dengan senyum haru sang IBU, yang telah mempertaruhkan nyawanya demi kelahiran kita!  Kelemahan kita ditutupi takbir adzan sang BAPAK, yang mendambakan agar kelak sang anak menjadi orang yang saleh, orang yang baik, orang yang berguna, dan orang yang sukses tentunya!

Saudaraku…
Kita mulai beranjak tumbuh…mulai mengenal satu per satu benda dunia, mulai mengenal keindahan semu dunia. Sehingga perlahan-lahan kita lupa akan komitmen yang telah kita ikrarkan di hadapan Allah Azza Wa Jalla, di alam kandungan, di mana waktu itu kita ditanya oleh Allah SWT, “Bukankah aku ini Tuhan bagimu?”Kemudian kita menjawab,”Ya, hanya Allah Tuhan bagiku!!!” Komitmen dan perjanjian yang kita buat kemudian hilang, sirna oleh kemilau sihir dunia.

Dari sini coba kita renungkan dengan nuranimu yang suci. Betapa kehidupan ini sungguh cepat, tak terasa. Sebentar lagi muda akan berlanjut menjadi tua dan tua akan berlanjut menjadi MATI! Itulah perjalanan dunia…hanya lewat…SEMENTARA!
Maka benar, dalam satu hadist dikatakan bahwa : “Dunia adalah jembatan menuju akhirat.” Karena di sini tak sedikitpun kebahagiaan dapat ditemukan. Apa yang kita dapatkan, yang kita genggam saat ini, suatu saat pasti adakalanya hilang. Ada PERTEMUAN pasti ada PERPISAHAN. Ada AWAL pasti akan ada AKHIR. Ada PAGI pasti akan diakhiri waktu MALAM. Dan itu cuma terjadi SATU KALI!
Karena hari ini tidak akan terulang lagi di hari esok! Tahun ini tidak akan sama dengan tahun kemarin. Bahkan detik ini sudah berbeda dengan detik yang akan datang.Itulah WAKTU, Saudaraku…! Waktu yang terus memaksa manusia untuk berlari manjalani kehidupan, sehingga bagi siapa yang berhenti, maka SANG WAKTU yang akan membunuhnya…

Saudaraku…
Adakalanya kita lupa dan tidak sadar bahwa kita dikejar sang WAKTU. Kita baru ingat dan sadar ketika sesuatu hilang dari sisi kita. Kita tahu, setiap yang bernyawa pasti akan MATI! Tapi kita baru sadar dan terpukul jika orang-orang yang kita cintai pergi…meninggalkan kita.
Renungkanlah, jika suatu saat nanti ibu dan bapakmu telah tiada, sudahkah selama ini kita mempersembahkan yang TERBAIK untuk mereka? Kenanglah kasih sayang mereka…

BAPAK…
Tetes demi tetes peluh keringatnya, pengabdian tertinggi untuk keluarga, sebagai pemimpin, pengatur, pencari rizki bagi keluarga. Terkadang beliau tidak memperhatikan keadaan dirinya sendiri. Beliau rela tidak makan untuk keluarga agar kita tetap bisa sekolah. Tak jarang, beliau harus dihadapkan pada permasalahan yang pelik yang disembunyikannya dari keluarga. Wajar, beliau tidak mau beban tersebut ikut ditanggung oleh istri dan anak-anaknya.

BAPAK…sosok gagah, tegar dan berwibawa yang kini telah tiada. Lalu siapa lagi yang memimpin, mengatur,dan mencari rizki untuk keluarga? Siapkah kita saat ini, untuk bisa seperti BAPAK? Menjadi pekerja keras tanpa pamrih semata-mata demi keluarga? Apa yang mau kita berikan buat BAPAK, jika kenyataannya beliau harus meninggalkan kita? Sudahkah kita membuat beliau bangga? Dengan akhlaq kita, dengan prestasi kita, dengan kebaikan-kebaikan kita? Atau sosok manusia ini hatinya malah membatu! Hilang rasa hormatnya pada orang tua! Sehingga perilaku malah menjadi kasar terhadap mereka.

Tapi lihat…mereka tetap tersenyum! BAPAK tetap mengobatkan kita jika sakit, padahal umpatan dan cacian yang terlontar dari mulut ini mungkin sama sekali sudah sulit dihitung, karena begitu banyak!

IBU…
Ingatlah pengorbanan sang IBU, yang menyayangi dan melindungi kita sejak dalam kandungan, yang merawat dan membela kita setiap saat, kesalahan dan kejelekan kita ditutup rapat oleh IBU!
IBU hanya berharap, anaknya akan berubah suatu saat.
Coba ingat, ketika kita mendapat masalah,IBU-lah tempat terbaik untuk bercerita, nasihat-nasihat beliau begitu tulus, senyumnya begitu teduh, seolah beliau berkata:“KAMU HARUS MENJADI ANAK YANG BAIK!”

Ketika sakit… IBU terus menunggui kita, membantu kita untuk segera sembuh, memotivasi kita untuk selalu bertahan. IBU…yang selalu kita cium tangannya ketika berangkat beraktivitas, yang selalu kita jadikan pembela setiap saat.
IBU…yang melindungi dan mengatur, melayani kebutuhan kita, sehingga kita terlupa dan menganggap IBU sebagai pelayan dalam keluarga.
Sudahkah kita minta ampun kepada IBU?
Atas kesalahan-kesalahan kita, atas umpatan dan cacian kita, atas kemarahan kita kepada beliau? Atas kesewenang-wenangan kita, memperlakukan dengan keji. Sosok yang mulia bernama IBU!

Saudaraku…
Kita hanya melihat sedikit, tenteng perjalanan WAKTU!
Di mana mudah bagi Allah untuk mengambil BAPAK dan IBU dari sisi kita. Waktu tidak dapat diramal, sehingga saat-saat pahit itu, ketika harus berpisah dengan BAPAK dan IBU,sangat tidak bisa diperkirakan, akan tiba saat itu dengan cepat, pahit dan luka. Karena dua sosok yang amat berharga dalam hidup kita…Kini tiada! 

Itu baru kita RENUNGKAN…
Dan kenyataannya, sekarang kita masih mendapati mereka menanti kedatangan kita, kepulangan kita di rumah, kita masih mendapatkan kasih sayang mereka setiap saat. Untuk itu, belum terlambat jika mulai saat ini kita mencobauntuk mulai menghargai jerih payah mereka, untuk memberikan yang TERBAIK bagi mereka.Menunjukkan PRESTASI dan KESUKSESAN kita, untuk ditukar dengan senyum BANGGA dan BAHAGIA dari mereka…

Saudaraku…
Masih banyak yang harus kita lakukan untuk menghadapi sang WAKTU, dengan mempersembahkan yang TERBAIK bagi DUNIA dan AKHIRAT! 

Karena sekali lagi, waktu tidak akan berhenti…waktu akan terus berjalan, sehingga usaha kita hanya  siap untuk menghadapinya detik demi detik…

“Hidup membutuhkan KETEGARAN dan KEKUATAN untuk menjalaninya, karena besok dan seterusnya, kita tidak akan tetap muda, pasti akan beranjak tua dan mati. Persiapkan masa depanmu mulai saat ini! Dan biarkan hari-hari cerah di masa depanmu akan terwujud bersama IKHTIAR dan DOA-mu…”

***
CATATAN LANGIT
by: Keisya Avicenna
Langit masih saja berkeringat saat pelepah malam mulai menjelma fajar…
Waktu Subuh yang mengalir sebelum malam berakhir
Sang muadzin bersenandung syahdu…
Menampar mimpi-mimpi para pemboros waktu
Pengingat ‘tuk segera terjaga dan mengambil air wudhu
Bermunajat sebelum pagi membuka hari

Saat tiba waktu Dhuha…
Embun perlahan mengering di hamparan rerumputan
Di kening sajadah kupungut pecahan doa
Ada yang menderas di jiwa, dalam harap dan pinta…

Saat jiwa tak lagi mengenal lelah lembaran hari yang berlarian
Saat itu pula bersemayam sebuah keyakinan:
“Tak perlu lagi bertanya tentang catatan langit!”
Karena pena telah diangkat
Catatan telah mengering
Takdir telah dituliskan!

Di altar langit nanti malam, kan kembali kubentangkan harapan…
Berharap bulan menghiburku dengan senyuman
Bersama gemintang yang berkerlip nan rupawan

Ibu, semoga Allah Swt segera kabulkan pintamu
Atas AMANAH-Nya yang kelak Dia titipkan padaku…

Aku pernah meminta Ibu menuliskan kata penyemangat dalam catatan harianku. Dan inilah pesan, harapan dan doa beliau:
“Sehat jasmani dan rohani. Selamat di dunia dan akhirat. Rajin dan tekun beribadah. Tercapai apa yang dicita-cintakan. Benar, lancar, dimudahkan aktivitasnya. Dimudahkan jodohnya: ‘yang soleh, bertanggung jawab, pengertian, mencukupi kebutuhan.’ TETAP SEMANGAT!!!”

Oh Ibu, di telapak kakimu sungguh ada surga…
[Keisya Avicenna]

#Saat kurasakan kasih-Nya mengalir dari langit teriring syair-syair terindah para malaikat, saatnya kembali mengeja surat cinta-Nya di beranda sunyi#





0 komentar: