KITA MEMILIKI JATAH WAKTU 24 JAM YANG TERBAGI DALAM TIGA KATEGORI.

01 April 2009




Pertama, waktu lalu /lampau.
Masa lalu merupakan bagian kehidupan yang pernah kita jalani. Bagian itu, merupakan mata rantai masa kini dan masa mendatang.
Kehidupan masa lalu sebaiknya menjadi cermin dalam menentukan gerak langkah di masa depan. Sebab, kebaikan melangkah di masa depan tidak terlepas dari pijakan masa lalu. Waktu ibarat busur panah yang di bentangkan ke satu titik sasaran, dimana mustahil busur panah berbalik arah atau kembali lagi ke si pemanah.

Artinya, dalam kehidupan ini setiap manusia mengalami fase-fase perkembangan fisik mulai sejak usia bayi, anak-anak, remaja, dewasa, dan masa tua yang semua fase tersebut tidak di mungkinkan kembali ke masa awal kelahiran kembali.
Firman Allah SWT dalam al Quran menjelaskan, “…Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah di turunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang fasik. “ ( QS. 57:16) . Seiring dengan itu, Allah telah mengingatkan kita agar tidak terjebak dalam putaran waktu sehingga kita termasuk orang-orang yang merugi. (QS.103:1-3).


Kedua, waktu kini.
Kita sering merindukan masa depan yang sukses dan berhasil. Kerinduan ini sebenarnya hanya fatamorgana jika hari ini kita tidak berbuat banyak dalam menyongsong masa depan yang di rindukan itu. Al-Quran mengemukakan , “ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa dari kejahatan yang di kerjakannya. “ ( QS. 2:286). Ayat ini menggambarkan, betapa masa depan kita sangat di tentukan oleh apa yang tengah diuasahakan. Maka, jangan berharap banyak tentang masa depan jika kita tidak sungguh-sungguh menghadapinya.


Ketiga, waktu mendatang.

Sebagaimana disebutkan di atas, waktu adalah modal, dan mata rantai dari masa kini dan masa mendatang. Ini melahirkan makna, bahwa waktu merupakan siklus yang saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya. Kondisi itu juga memberi gambaran, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi besok, sebagaimana firmanNya”…Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan di usahakannya besok.” (QS.31:34)

Dengan demikian, memanfaatkan waktu setiap kebaikan dalam tataran waktu merupakan bagian penting dalam menjalani proses hidup ini. Tiga tataran waktu yang kita miliki, waktu lalu, kini, dan mendatang harus menjadi pelengkap kebaikan. Bukan sebaliknya. Sebab, sebagaimana kita pahami, siklus kehidupan terasa begitu cepat berubah. Kondisi ini, tentu menjadi pemicu agar kita tidak termasuk orang –orang yang lalai sebagaimana Al-Quran mensinyalir, “ Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak..Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. “ ( QS.57:20).

Seiring dengan ungkapan di atas, Ali bin Abi Thalib RA mengemukakan,
“ Rezeki yang tidak di peroleh hari ini, masih dapat di harapkan perolehannya lebih banyak di hari esok, tetapi waktu yang berlalu hari ini tidak mungkin kembali esok.. “

Bermuara dari ungkapan diatas, kita pahami bahwa memanfaatkan waktu sebaik mungkin merupakan tugas utama kita. Mengabaikan waktu, menelantarkannya dan mengangap remeh nilai yang terkandung dalam waktu merupakan tanda-tanda kerugian yang nyata. Rasulullah SAW, bersabda : “ Dua nikmat yang sering dan disia-siakan oleh banyak orang yakni nikmat sehat dan kesempatan (waktu)” (HR. Bukhari)

Sebagai penutup, Malik bin Nabi dalam Syuruth An-Nahdhah pernah berujar,
“ Tidak terbit fajar suatu hari, kecuali dia berseru. Putra-putri adam, aku waktu, aku ciptaan baru yang menjadi saksi usahamu. Gunakan aku, karena aku tidak akan kembali lagi sampai hari kiamat. “ Kemudian Malik bin Nabi melanjutkan, “ Waktu adalah sungai yang mengalir ke seluruh penjuru sejak dahulu kala, melintasi pulau, kota dan desa, membangkitkan semangat atau meninabobokan manusia. Ia diam seribu bahasa, sampai-sampai manusia sering tidak menyadari kehadiran waktu dan melupakan nilainya walaupun segala sesuatu-selain Allah –tidak akan mampu melepaskan diri darinya.”

0 komentar: