by: Keisya Avicenna
Di
sepertiga malam ini ada bait rindu yang ingin aku ungkapkan, ada doa
tak berbilang yang ingin aku panjatkan untuk sosok mulia yang menjelma
malaikat dalam hidupku, IBU…
Ada satu kisah di masa lalu, yang kali ini izinkan deretan aksaraku kembali mengenangnya.
Ya,
tiap HARI IBU atau tiap kapan pun itu aku pasti mengenang jasa-jasa Ibu
yang luar biasa dalam hidupku. Aku kembali membawa anganku melayang 8
tahun silam. Saat di mana aku tega membuat Ibu bersedih, membuat air
mata Ibu terkuras. Tapi, apa dayaku untuk melawan skenario-Nya? Justru
ketika aku merasa rapuh dan lemah, Ibu-lah orang pertama yang
menguatkan.
Pasca aku “divonis” dokter untuk cuti sekolah 1
tahun, Ibu yang memotivasi hari-hariku. Ibu paham sekali dengan
perasaanku yang menjadi sangat sensitif waktu itu. Bagaimana tidak sedih
dan sakit hati, tiap hari aku disuguhkan pemandangan keberangkatan
saudari kembarku sendiri yang memakai seragam putih-abu-abu dan ia
menikmati hari-hari kelas 2 SMA-nya dengan sangat ceria. Sedangkan aku?
Aku harus fokus dengan kesembuhanku. Meski Babe dan Ibu telah menyiapkan
“warung kecil” yang harus aku kelola. Tapi, kesedihan itu benar-benar
menghebat dalam diri ini.
Dan aku paling benci kalau ada orang
menjengukku ke rumah! Ya, aku tidak suka dikasihani orang. Orang-orang
yang datang dengan tatapan iba. Ah, betapa egois dan jahatnya hatiku
waktu itu. Aku benar-benar merasa menjadi orang yang tidak bisa menerima
kenyataan.
Pada suatu siang saat teman-teman kantor Ibu
datang ke rumah, aku menyapa mereka sebentar kemudian asyik kembali di
“warung kecil” ku. Setelah mereka berpamitan, aku segera berlari ke
kamar, apa yang kulakukan? Aku menangis! Ya, aku menangis mencoba
meluruhkan segala sedihku!!! Aku merasa jadi orang yang paling
merepotkan saat itu! Tapi apa yang dilakukan Ibu? Dengan cinta dan
kelembutan hatinya, Ibu menghampiriku, memelukku dengan segenap rasa
sayangnya. Ibu bertanya, “Kenapa Dik Nung menangis? Ada apa? Cerita sama Ibu apa yang membuatmu sedih?” tanya Ibu sambil mengusap air mata yang telah menciptakan jejak di kulit pipiku.
Aku menceritakan keluh kesahku. Dengan lirih aku berkata, “Bu, dik Nung pengin sekolah lagi kayak mbak Ika. Dik Nung gak mau terus-terusan di rumah…”
Air mataku kembali berderai. Setidaknya ada sedikit rasa lega karena
aku mampu mengungkapkan inginku pada ibu. Ibu kembali memelukku erat
kemudian menatapku, beliau pun berkata, “Dik Nung yang sabar, ya!
Sekarang dik Nung sedang dapat ujian dari Allah Swt. Dik Nung harus
kuat, harus yakin kalau nanti pasti sembuh dan bisa kembali sekolah
seperti mbak Ika. Babe, Ibuk, Mas Dhody, Mbak Ika, semuanya gak ingin
lihat dik Nung sedih. Yakin ya, Allah Swt sayaaang sama dik Nung.” Ibu
kembali memelukku dan menciptakan keceriaan dan membangun rasa optimis
dalam diri ini. Aku lihat Ibu menangis saat memelukku… Entah, sudah
berapa banyak air mata yang terurai saat Ibu membersamai hari-hari
perjuanganku di rumah sakit. Semuanya menjadi sebuah kenangan indah yang
takkan pernah kuizinkan keluar dari memori otak ini. Dan aku biarkan
semuanya mengendap dalam hati ini.
“Ibu, sudahkah
engkau bahagia melihat putrimu sekarang? Sudahkah aku menjadi anak
shalihah yang dengan doa dan akhlaknya dapat mengantarmu ke Jannah-Nya?
Ibu, sungguh aku belum menjadi apa-apa…”
***
RUANG RENUNG
by: Keisya Avicenna
Dengan
menyebut asma-Mu, Allah Yang Maha Kasih lagi Maha Sayang. Demi waktu…
Allah SWT telah berfirman dalam Q.S.Al-Ashr! Waktu akan terus berjalan,
dari awal menuju akhir. Yang terus menyaksikan KEHIDUPAN menuju KEMATIAN! Yang terus mengantarkan…setiap detik dan setiap nafas.
Waktu adalah makhluk yang abadi. Menyertai setiap langkah manusia dalam hidup, sehingga dia tahu. KEBURUKAN dan KEBAIKAN manusia. Waktu juga yang akan menemani manusia, memperoleh balasan dari segala yang mereka perbuat.
Saudaraku…
LIHATLAH KE DALAM DIRI!
Pejamkan
mata duniamu, buka lebar mata hatimu…Tak terasa, diri ini telah hidup
di dunia selama belasan tahun. Sungguh,tak mengira,waktu begitu cepat
berlalu.
Ingatlah baik-baik,ketika dirimu dalam keadaan lemah,
buta, tuli, tak bisa bicara,hanya menangis memecah kesunyian. Ketika itu
kita mulai diperkenalkan dengan dunia fana, kita menangis. Entah,
mungkin karena kita menyesal harus turun ke alam dunia, tempat segala
cobaan dan godaan syetan. Karena pada dasarnya Nabi Adam a.s. turun ke
dunia karena hukuman,dan hukuman tentunya terasa pahit.
Jerit
tangis kita disambut dengan senyum haru sang IBU, yang telah
mempertaruhkan nyawanya demi kelahiran kita! Kelemahan kita ditutupi
takbir adzan sang BAPAK, yang mendambakan agar kelak sang anak menjadi
orang yang saleh, orang yang baik, orang yang berguna, dan orang yang
sukses tentunya!
Saudaraku…
Kita
mulai beranjak tumbuh…mulai mengenal satu per satu benda dunia, mulai
mengenal keindahan semu dunia. Sehingga perlahan-lahan kita lupa akan
komitmen yang telah kita ikrarkan di hadapan Allah Azza Wa Jalla, di
alam kandungan, di mana waktu itu kita ditanya oleh Allah SWT, “Bukankah aku ini Tuhan bagimu?” Kemudian kita menjawab,”Ya, hanya Allah Tuhan bagiku!!!” Komitmen dan perjanjian yang kita buat kemudian hilang, sirna oleh kemilau sihir dunia.
Dari
sini coba kita renungkan dengan nuranimu yang suci. Betapa kehidupan
ini sungguh cepat, tak terasa. Sebentar lagi muda akan berlanjut menjadi
tua dan tua akan berlanjut menjadi MATI! Itulah perjalanan dunia…hanya
lewat…SEMENTARA!
Maka benar, dalam satu hadist dikatakan bahwa : “Dunia adalah jembatan menuju akhirat.”
Karena di sini tak sedikitpun kebahagiaan dapat ditemukan. Apa yang
kita dapatkan, yang kita genggam saat ini, suatu saat pasti adakalanya
hilang. Ada PERTEMUAN pasti ada PERPISAHAN. Ada AWAL pasti akan ada AKHIR. Ada PAGI pasti akan diakhiri waktu MALAM. Dan itu cuma terjadi SATU KALI!
Karena
hari ini tidak akan terulang lagi di hari esok! Tahun ini tidak akan
sama dengan tahun kemarin. Bahkan detik ini sudah berbeda dengan detik
yang akan datang. Itulah WAKTU, Saudaraku…!!! Waktu yang terus memaksa manusia untuk berlari manjalani kehidupan, sehingga bagi siapa yang berhenti, maka SANG WAKTU yang akan membunuhnya…
Saudaraku…
Adakalanya
kita lupa dan tidak sadar bahwa kita dikejar sang WAKTU. Kita baru
ingat dan sadar ketika sesuatu hilang dari sisi kita. Kita tahu, setiap
yang bernyawa pasti akan MATI! Tapi kita baru sadar dan terpukul jika
orang-orang yang kita cintai pergi…meninggalkan kita.
Renungkanlah,
jika suatu saat nanti ibu dan bapakmu telah tiada, sudahkah selama ini
kita mempersembahkan yang TERBAIK untuk mereka? Kenanglah kasih sayang
mereka…
BAPAK…
Tetes demi tetes
peluh keringatnya, pengabdian tertinggi untuk keluarga, sebagai
pemimpin, pengatur, pencari rizki bagi keluarga. Terkadang beliau tidak
memperhatikan keadaan dirinya sendiri. Beliau rela tidak makan untuk
keluarga agar kita tetap bisa sekolah. Tak jarang, beliau harus dihadapkan pada permasalahan yang pelik yang disembunyikannya dari keluarga. Wajar, beliau tidak mau beban tersebut ikut ditanggung oleh istri dan anak-anaknya.
BAPAK…sosok
gagah, tegar dan berwibawa yang kini telah tiada. Lalu siapa lagi yang
memimpin, mengatur,dan mencari rizki untuk keluarga? Siapkah kita saat
ini, untuk bisa seperti BAPAK? Menjadi pekerja keras tanpa pamrih
semata-mata demi keluarga? Apa yang mau kita berikan buat BAPAK, jika
kenyataannya beliau harus meninggalkan kita? Sudahkah kita membuat
beliau bangga? Dengan akhlaq kita, dengan prestasi kita, dengan
kebaikan-kebaikan kita? Atau sosok manusia ini hatinya malah membatu! Hilang rasa hormatnya pada orang tua! Sehingga perilaku malah menjadi kasar terhadap mereka.
Tapi
lihat…mereka tetap tersenyum! BAPAK tetap mengobatkan kita jika sakit,
padahal umpatan dan cacian yang terlontar dari mulut ini mungkin sama
sekali sudah sulit dihitung, karena begitu banyak!
IBU…
Ingatlah
pengorbanan sang IBU, yang menyayangi dan melindungi kita sejak dalam
kandungan, yang merawat dan membela kita setiap saat, kesalahan dan
kejelekan kita ditutup rapat oleh IBU!
IBU hanya berharap, anaknya akan berubah suatu saat.
Coba
ingat, ketika kita mendapat masalah,IBU-lah tempat terbaik untuk
bercerita, nasihat-nasihat beliau begitu tulus, senyumnya begitu teduh,
seolah beliau berkata: “KAMU HARUS MENJADI ANAK YANG BAIK!”
Ketika sakit… IBU terus menunggui kita, membantu kita untuk segera sembuh, memotivasi kita untuk selalu bertahan. IBU…yang selalu kita cium tangannya ketika berangkat beraktivitas, yang selalu kita jadikan pembela setiap saat.
IBU…yang
melindungi dan mengatur, melayani kebutuhan kita, sehingga kita terlupa
dan menganggap IBU sebagai pelayan dalam keluarga.
Sudahkah kita minta ampun kepada IBU?
Atas kesalahan-kesalahan kita, atas umpatan dan cacian kita, atas kemarahan kita kepada beliau? Atas kesewenang-wenangan kita, memperlakukan dengan keji. Sosok yang mulia bernama IBU!
Saudaraku…
Kita hanya melihat sedikit, tenteng perjalanan WAKTU!
Di
mana mudah bagi Allah untuk mengambil BAPAK dan IBU dari sisi kita.
Waktu tidak dapat diramal, sehingga saat-saat pahit itu, ketika harus
berpisah dengan BAPAK dan IBU,sangat tidak bisa
diperkirakan, akan tiba saat itu dengan cepat, pahit dan luka. Karena
dua sosok yang amat berharga dalam hidup kita…Kini tiada!
Itu baru kita RENUNGKAN…
Dan
kenyataannya, sekarang kita masih mendapati mereka menanti kedatangan
kita, kepulangan kita di rumah, kita masih mendapatkan kasih sayang
mereka setiap saat. Untuk itu, belum terlambat jika mulai saat ini kita
mencobauntuk mulai menghargai jerih payah mereka, untuk memberikan yang
TERBAIK bagi mereka. Menunjukkan PRESTASI dan KESUKSESAN kita, untuk ditukar dengan senyum BANGGA dan BAHAGIA dari mereka…
Saudaraku…
Masih banyak yang harus kita lakukan untuk menghadapi sang WAKTU, dengan mempersembahkan yang TERBAIK bagi DUNIA dan AKHIRAT!
Karena
sekali lagi, waktu tidak akan berhenti…waktu akan terus berjalan,
sehingga usaha kita hanya siap untuk menghadapinya detik demi detik…
“Hidup
membutuhkan KETEGARAN dan KEKUATAN untuk menjalaninya, karena besok dan
seterusnya, kita tidak akan tetap muda, pasti akan beranjak tua dan
mati. Persiapkan masa depanmu mulai saat ini! Dan biarkan hari-hari cerah di masa depanmu akan terwujud bersama IKHTIAR dan DOA-mu…”
***
CATATAN LANGIT
by: Keisya Avicenna
Langit masih saja berkeringat saat pelepah malam mulai menjelma fajar…
Waktu Subuh yang mengalir sebelum malam berakhir
Sang muadzin bersenandung syahdu…
Menampar mimpi-mimpi para pemboros waktu
Pengingat ‘tuk segera terjaga dan mengambil air wudhu
Bermunajat sebelum pagi membuka hari
Saat tiba waktu Dhuha…
Embun perlahan mengering di hamparan rerumputan
Di kening sajadah kupungut pecahan doa
Ada yang menderas di jiwa, dalam harap dan pinta…
Saat jiwa tak lagi mengenal lelah lembaran hari yang berlarian
Saat itu pula bersemayam sebuah keyakinan:
“Tak perlu lagi bertanya tentang catatan langit!”
Karena pena telah diangkat
Catatan telah mengering
Takdir telah dituliskan!
Di altar langit nanti malam, kan kembali kubentangkan harapan…
Berharap bulan menghiburku dengan senyuman
Bersama gemintang yang berkerlip nan rupawan
Ibu, semoga Allah Swt segera kabulkan pintamu
Atas AMANAH-Nya yang kelak Dia titipkan padaku…
[Aku pernah meminta Ibu menuliskan kata penyemangat dalam catatan harianku. Dan inilah pesan, harapan dan doa beliau:
“Sehat
jasmani dan rohani. Selamat di dunia dan akhirat. Rajin dan tekun
beribadah. Tercapai apa yang dicita-cintakan. Benar, lancar, dimudahkan
aktivitasnya. Dimudahkan jodohnya: ‘yang soleh, bertanggung jawab,
pengertian, mencukupi kebutuhan.’ TETAP SEMANGAT!!!”]
Oh Ibu, di telapak kakimu sungguh ada surga…
[Keisya Avicenna]
#Saat
kurasakan kasih-Nya mengalir dari langit teriring syair-syair terindah
para malaikat, saatnya kembali mengeja surat cinta-Nya di beranda sunyi#
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar