CELOTEH AKSARA [6]: "KARENA SESUDAH GULITA, PASTI ADA PELITA"

06 April 2011





Jam 01.30 dini hari…ya, saat hari masih terlalu dini untuk kusebut pagi. Terdengar suara keributan dari adik-adik kost yang kamarnya terletak di lantai satu. Kamarku di lantai dua, masih seperti tiga tahun yang lalu saat pertama kali aku pindah ke kost ini. Pintu dengan hiasan Doraemon menjadi salah satu ciri khasnya. Hehe. Lampu kost yang serentak padam tadi bukan karena “njeglek” seperti biasanya. Tetapi ada konsleting yang kata salah seorang adik kost sempat ada sedikit percikan api. Alhamdulillah, tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Tapi akibatnya, kost menjadi gelap gulita.

Biasanya aku bangun jam 02:02 dan tidur pukul 22:22. Mencoba membuat kombinasi angka yang fantastis sebagai motivasi agar terus berusaha menghargai waktu! Jam biologisku menulis biasanya setelah bangun tidur sampai jam 3 pagi, baru kemudian Sholat Tahajud. Tapi terkadang Sholat Tahajud dulu baru kemudian menulis. Tapi, tidak dengan pagi ini. Doralepito yang sudah memasuki usianya yang ketiga tahun tidak bisa langsung menyala tanpa ada energy listrik yang mengalir sebelumnya. Alhasil, aku menikmati saja munajat panjangku di hamparan sajadah coklat dari jam 02.30 sampai Subuh.



Konon, doa dan takdir bertarung di langit. Maka, inilah saat yg tepat untuk memaketkan doa sebanyak-banyaknya. Agar melayang ke angkasa, menggebrak langit dan menjadi pemenang atas takdir. Ya Rabb, Engkaulah Pemilik Hatiku, Pemegang Kendali Jalan Hidupku..



~mendeskripsikan ulang segala pencapaian hidup~



Saat-saat yang begitu syahdu.



Lantai 2 di kostku ada ruangan yang cukup lebar. Ruang keluarga bagi kami. Karena di sana kami sering melihat TV bersama, sholat berjamaah, makan bersama, tempat belajar, bahkan dulu sempat menjadi tempat STREAM latihan teater. Hehe…Ada bagian yang terbuka di ruangan itu sehingga kami bisa langsung berinteraksi dengan alam sekitar. Merasakan dinginnya hembusan angin kala pagi membuka hari, menatap gumpalan mega yang berarak kala siang, menikmati konstelasi bintang, menatap senja di penghujung hari, dan masih banyak lagi aktivitas yang bisa menjadikan kami mengagumi betapa indah karya ciptaan-Nya.



Dua orang adik kostku masih asyik belajar dengan berteman cahaya lilin. Tapi aktivitas mereka usai tatkala lilin itu meredup dan akhirnya padam. Persediaan lilinku juga sudah habis. Yasudah…



Dan aku…Di sepertiga malam ini. Setelah sholat dan melantunkan doa-doa panjang, aku habiskan waktu sambil menunggu Subuh dengan berkontemplasi. Aku adalah tipe orang yang verbal sekaligus audiovisual. Detik itu ku perdengarkan murottal dan tembang-tembang yang syahdu dari N5310-ku. Mulai dari Insya Allah-nya Maher Zain, Bunda-nya Melly, Yang Terbaik Bagimu-nya Ada Band, Always Be There, For The Rest of My Life, I’tiraf-nya Ust. Jeffry, QS. Ar Rahman, QS. AL Waqi’ah, dll…Suasana kost benar-benar mendukung saat berkontemplasiku itu. Tak terasa butiran-butiran kristal bening meninggalkan jejak di kulit pipiku. Aku hadirkan wajah orang-orang yang sangat kucintai. Ibu, Babe, Mbak Thicko, Mas Dhody, keluarga besar ku di Wonogiri, MR-ku, adik-adikQ, Gestin, sahabat-sahabatku SMA, genk Biologi 2006, keluargaku di FLP, keluargaku di GO, guru2ku menulis, dan semua orang yang telah mengizinkan namaku dan hadirku mengendap di hatinya…



Dan saat terindah adalah saat ku mengagumi langit dan menatap hamparan bintang sambil bersandar di tembok. Masih sedikit mengantuk, tapi aku mencoba untuk tetap terjaga. Aku tidak ingin momentum yang “indah” ini lewat begitu saja. Ah, saatnya lebih dekat dengan alam. Kupandangi langit penuh kekaguman.



Alam memiliki hukumnya sendiri, yaitu hukum keseimbangan. Siapa yang memberi maka dia akan menerima, tergantung apa yang diberikannya. Pada saat kita memberi, maka pada saat itu pula kita menerima. Jangan pernah menganggap bahwa kita saja yang melayani, sebenarnya orang lainpun melayani kita. Hidup adalah proses saling memberi dan menerima. Yang memberi akan menerima tergantung apa yang diberikannya.



Lihatlah orang yang berjabatan tangan! Ketika tangan kita menyentuh tangan orang lain sebenarnya tangan kita pun disentuh orang lain. Sungguh pelayanan yang kita berikan tidak akan pernah sia-sia. Bahkan akan mendatangkan nilai lebih daripada apa yang kita berikan. Tentunya selama kita ikhlas melakukannya.



Manusia adalah bagian dari alam semesta. Tidak ada seorangpun yang dapat mengingkari eksistensi alam. Dan tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat melepaskan dirinya dari hukum alam, yaitu hukum tabur dan tuai. Belajar dari alam akan melahirkan dari diri kita beberapa hal yang dapat mempermudah jalan kita mencapai kesuksesan meraih cita-cita hidup, kebahagiaan, dan pencerahan diri.



***

"Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)." (QS.55:60)



Dan aku sangat menikmatinya…saat alam memperkaya jiwa! Saat menanti “penulis cahaya” menuliskan kembali sajak-sajak cinta untukku. Sajak yang kan membuat sinaran benderang terpancar di kalbuku. Sampai saatnya nanti aku berkata: “Kesepian ini tak layak diberi nama. Karena hadirmu kini menjadikan hidupku lengkap dan sempurna! Berpadu dalam cahaya cinta…”



Aku masih mengamini, sesudah “gulita” pasti ada “pelita” yang mengiringi…

***

Angin malam menusuk ke tulang

Cucuran mata air berkilauan

Disinari kerlipan cahaya bintang

Langit kesepian tanpa sang rembulan



Bersama kita bersujud

Menghamba…

Di hadapan-Nya yang Esa



Dingin angin pada malam di sepertiga bagiannya

Berteman orchestra binatang malam yang saling bersahutan

Tanpa jemu, karena merindu

Melantun zikir kepada-Nya yang Satu



Bebutir tasbih silih berganti

Di ujung jari, mengalun bisikan…

Kalimat syukur yang tak pernah henti

Tanpa jeda, dalam sebaik-baik penghambaan



Detik ini kurasa, selalu dalam limpahan kasihMu...

Selalu dalam naungan cinta-Mu

Ya Rabb, ampunilah dosa-dosaku!

***

[Keisya Avicenna, hari ke-6 di bulan April…*nebeng ngetik di warnet. Hehe ^^v. saatnya MERANCANG KEHIDUPAN SEPERTI MESIN KEBAIKAN!]

0 komentar: