Aku
dan berjuta juta manusia lainnya terlahir untuk mencintai hujan. Entah kenapa aku
selalu sepakat bahwa kehadiran hujan membawa damai tersendiri di sudut hati.
Hadirnya bagaikan mengantarkan tapak-tapak rindu untuk mendekat dan mencumbu di
selaksa relung hati yang kering.Setiap tetesnya adalah anugerah, setiap
tetesnya adalah berkah. Melati di taman merekah karnanya, padi di sawah
menghijau karna curahnya. Setiap tetesnya adalah tasbih, maka seluruh alam
memujanya. Hujan dan aku cinta!
***
Aku duduk di sini, awalnya
sendiri. Namun lantas sekerumunan kenangan menyeruak memaksa masuk ke dalam
otak, dan mendorong paksa airmata keluar Meski airmata bertahan sekuat tenaga
agar tidak terjun bebas, tapi ia kalah. Kenangan itu terlalu kuat dan tak kuasa
dilawannya. Airmata pun luruh seketika. Sementara kerumunan kenangan itu asyik
berpesta pora, di dalam sana.
Di sana, Tuan, kita duduk bersama.
Memesan minum bersoda dan sekantung kentang goreng asin. Aku asyik memandang
layar laptop yang berkedip-kedip mengajakku bermain di ruang penuh kata-kata.
Sementara dirimu, sesekali memijati bahuku yang letih, mengelus perut buncitku
yang di dalamnya terbaring nyaman bayi kita. Sesekali pula, aku mengangkat
kepala dan menoleh kepadamu, yang sigap memberikan senyum termanismu, sore itu.
Senja jatuh, dalam diam di matamu yang teduh.
*mengenang almarhum, di suatu
sudut Mcd Simpang Dago*
Deg! Gerimis
hati ini bersamaan dengan embun di sudut mata saat aku terpaku membaca status
sosok salah satu penulis favoritku. Sosok yang sangat inspiratif dan akupun
menatap langit memanjatkan do’a. “Ya Rabb, suatu hari nanti izinkan aku
bertemu dan belajar banyak dari beliau. Kabulkanlah pintaku…”
Hingga pagi
itu, tergerak jemari ini menarikan tuts-tuts di Doralepito, mencoba menyapa di
wall Fb-nya. Ajakan untuk bertemu dan Alhamdulillah, aku mendapatkan sambutan
yang sangat antusias dan luar biasa. Bandung, sungguh aku sangat mencintaimu!
Dan Engkau Ya Rabb… Engkaulah tempat bermuara segala pinta dan takkan lama lagi
salah satu impianku Engkau izinkan menjejak nyata.
Bandung, 8 Januari 2013
Hari ke-4 aku
di kota Bandung. Baru pertama kali ditinggal Mas Sis mudik, sungguh membuat
fisikku menjadi lemah. Aku memutuskan selama seminggu beliau di Semarang aku
nggak ingin berlama-lama di Bogor. Justru akan semakin menyiksaku dengan sebuah
kata: rindu. Akhirnya, meski raga sedikit payah, aku bulatkan tekad untuk ke
Bandung setelah setengah hari aku mengikuti diklat pengajar GO (tanggal 5 Januari
itu). Aku terpaksa izin tidak bisa full karena
fisikku yang gak bersahabat. Dan akhirnya aku larikan raga dan jiwaku ke kota
Bandung. Hehe. Ah, Bandung dan aku ingin memperkaya jiwaku!
Hingga
akhirnya terjadilah pertemuan istimewa di McD Simpang Dago. Pertemuan istimewa
dengan sosok istimewa. Beliau adalah Bunda Lygia
Pecanduhujan. Sosok yang tak asing di komunitas IIDN (Ibu-Ibu Doyan Nulis).
Sosok penulis dengan karya-karya yang sangat mencerahkan dan sudah sangat
banyak bertebaran di jagad perbukuan Indonesia. Bunda Lygia membawa Ipank,
putra ketiganya yang baru berumur 7 bulan. Nggemesin banget deh…
Pertemuan
pertama begitu menggoda, selanjutnya sungguh terasa semakin istimewa dan
bertabur cinta. SUPERTWIN begitu terpesona dengan sosok bunda inspiratif satu
ini. Bunda Lygia yang begitu ramah, supel, murah senyum, humoris, pokoknya enak
banget deh orangnya (hihi, renyah kayak kentang goreng ^_^). Sosok bunda yang
sabar, tegar, dan top abiz dah…
Langsung deh
keesokan harinya aku update status:
Maka nikmat Tuhanmu yang
manakah yang kamu dustakan?
Simpang Dago pun menjadi saksi
pertemuan istimewa kita yang bertabur cinta. Tanpa terasa 3 jam kita bersama,
saling bertukar cerita dan saya begitu banyak mengambil pelajaran atas apa yang
engkau sampaikan, bunda...♥
"Allah memberikan ujian dalam hidup kita, lengkap dengan kunci jawabannya. Hanya saja kita perlu lebih jeli mencari dimana letaknya." KEEP WRITING!
"Allah memberikan ujian dalam hidup kita, lengkap dengan kunci jawabannya. Hanya saja kita perlu lebih jeli mencari dimana letaknya." KEEP WRITING!
Begitulah kalimat yang tersusun
dari aksara-aksara penuh daya yang Bunda Lygia Pecanduhujan
goreskan di catatan harian saya usai perjumpaan kita ♥. Terima kasih, Bunda!
***
Engkau yang malam ini bersedih,
dengarkanlah ini…
Ketahuilah
bahwa setiap tetes dari matamu yang jujur itu bernilai satu telaga kebaikan
jika engkau tetap memelihara keikhlasanmu, bahwa keburukan yang terjadi
kepadamu –walau pedih dan pilu– adalah sesungguhnya kebaikan.
Bagaimana
mungkin Tuhan yang sangat mencintaimu akan membiarkanmu terlukai –jika bukan
karena niatNya untuk memuliakanmu?
Sesungguhnya,
bagi jiwa yang ikhlas – keburukan adalah kebaikan yang belum sampai
pengertiannya.
Bersabarlah, sampai datang waktu di mana engkau
mengerti, bahwa ini semua adalah untuk kebaikanmu. Seperti semua keburukan yang
telah kau lalui sebelumnya yang ternyata menyampaikanmu kepada keadaan yang
lebih baik.
Damaikanlah
hatimu, serahkanlah semuanya kepada Tuhanmu, dan penuhilah hak tubuh dan jiwamu
untuk beristirahat dengan baik.
Semoga engkau
dibangunkan esok pagi sebagai jiwa damai yang dicintai dengan tulus dan yang
baik rezekinya.
Aamiin. [Mario Teguh]
***
“Cinta
selalu menitipkan rindu pada hujan. Sebentuk keindahan yang mencintai kebaikan.
Dan aku sangat mencintai hujan dengan segala tetes ketegaran jua ketenangan.
Hujan, basahi jiwaku hingga seluruh. Aku bersyukur telah mengenalmu sebagai
warna momentum yang berbeda. Namun dalam hidupku, kau sungguh indah terasa…”
[Catatan DNA Keisya Avicenna, 3
April 2012]
Inilah aksara kembaraku mencoba
mendokumentasikan sepenggal kisahku bersama sosok yang kaya akan rasa sabar dan
bergelimang rasa syukur. Dialah Bunda Lygia Pecanduhujan. Tak akan pernah habis
tintaku untuk menceritakannya hingga aku sendiri yang akan kehabisan kata-kata
untuk menceritakan segala rasa yang terendap dalam jiwa.
Terima kasih, Bunda Lygia…
Semoga Allah senantiasa menitipkan bahagia untukmu dan seluruh keluarga
tercinta. Aamiin…
[Keisya
Avicenna, 27 Januari 2013 @Istana KYDFENS Wonogiri]
0 komentar:
Posting Komentar