DALAM MALAM DI SEPERTIGA BAGIANNYA

18 November 2010




Masih dini untuk ia sebut pagi
Karena gulita masih terhampar di luar sana
Karena shift malam belum usai tunaikan tugasnya
Karena aku masih dalam episode ‘sebelum cahaya’
Dingin menyusup lembut, menerobos pori-pori kulit

Ada yang menyendiri sambil menatap langit
Menumpahkan setiap resah jiwa
Sebentuk kegelisahan yang saat ini tengah melanda
Hujan pertanyaan “mengapa” masih saja mencoba meruntuhkan benteng pertahanan hatinya

Dalam patahan waktu…
Menanti bagian jiwa yang lain
Merasakan desiran angin memainkan musik
Dentingan menyayat seperti terkoyak masa

Ia masih bertemu dengan sepotong malam di sepertiga bagiannya…
Desahan nafas kerinduan memecah kesunyian
Ia sungguh menikmati proses perenungan panjang ini..
Mencoba menguatkan pijakan
Melahirkan kedamaian dalam sanubari
Melarikan hati yang dirundung duka

Bagai rinai titik hujan yang liar menerobos sela-sela bumi
Ia pun ingin terbebas dari belenggu ‘kebimbangan’
Untuk terus menanti ataukah menghentikan episode penantian ini?
Karna sampai detik inipun ia takkan pernah bisa menceraikan sang melati dari harumnya..
Maka opsi pertama yang masih ia pilih :
“MENANTI”

Dan kini, sambil menikmati penghujung sang malam
Ia menanti sang mentari kembali merekah
Menghadirkan pesona batang-batang cahaya yang penuh harapan
Harapan yang menguatkan..
Melarutkan segala kepedihan…
Menggantikan itu semua dengan rasa bahagia yang tak terperikan…

Karena sebentar lagi ‘penulis cahaya’ yang dinanti itu akan datang
dalam hati yang penuh bahasa kasih
dalam keagungan cinta…
dalam kedamaian yang menjadi istananya…

Ia membiarkan skenario Allah menunjukkan kebesaran-Nya
Karena “proses” itu menentukan keberkahan…

Maka wahai diri…
”BERSABARLAH DALAM KEISTIQOMAHAN DALAM OPTIMISME PENANTIAN”…

[Keisya Avicenna, 9 November 2010…dalam malam-Mu di sepertiga bagiannya, di sudut ruang Masjid Perjuangan NH IC…03:03 WIB. Dedicated to mysupertwin : MASIH BANYAK YANG HARUS KITA PERJUANGKAN DALAM FASE PENANTIAN INI!!! Ayo, SEMANGAT BERKARYA!!!! ^^v]



ANGAN SAKINAH : “Sebuah rumah yang senantiasa dimetaforkan sebagai surga, tempat kenikmatan paripurna. Sebagai angan tentu saja ideal, dan sesuatu yang ideal biasanya tetap melangit. Meskipun demikian, bukan berarti kita tak mampu menariknya mendekat ke bumi. Langit merupakan padang gembala ideal-ideal yang terus membuat kepala mendongak. Namun, dari sanalah justru ada mimpi yang terus menggelorakan gerak hidup untuk meraihnya.

0 komentar: