[NO]stalgia [R]o[MA]ntic: CITA-CITAKU SETINGGI TANAH

31 Oktober 2012



Agus berasal dari keluarga sederhana di Muntilan, Jawa Tengah. Ayahnya bekerja di pabrik tahu, ibunya adalah ibu rumah tangga yang sangat mahir membuat tahu bacem. Agus gelisah setelah ditugaskan oleh ibu guru untuk membuat karangan tentang cita-cita.

Teman-teman Agus memiliki cita-cita setinggi langit. Sri ingin menjadi artis terkenal karena dorongan ibunya. Ia selalu ingin dipanggil dengan nama Mey. Menurutnya, nama ‘Sri’ tidak menjual. Jono bercita-cita jadi tentara. Dalam kesehariannya, ia bertingkah selayaknya pemimpin di hadapan teman-temannya. Jono selalu ingin jadi ketua kelas. Puji bercita-cita ingin membahagiakan orang lain. Ia membantu semua orang yang terlihat membutuhkan bantuan. Di balik semua aksinya itu, ternyata ia hanya mengharapkan sanjungan dan ucapan terima kasih dari orang yang dibantunya. Ia haus pujian.

Agus yang tiap hari makan tahu bacem buatan ibunya bercita-cita ingin makan di restoran Padang. Ia jadi bahan tertawaan teman-temannya. Ia juga sadar bahwa untuk cita-citanya itu ia butuh uang. Masalah ini yang harus dipecahkannya.


Kemarin siang adalah momentum yang sangat istimewa dalam hidup saya. Berpetualang ber-3 bersama Kakak TOBI. Hm, salah satu adegan paling seru ya pas ditraktir nonton film “CITA-CITAKU SETINGGI TANAH” sama Kak Feb. Yups, synopsis di atas cukup menggambarkan bahwa film itu berkisah tentang pencarian cita-cita sekumpulan anak hingga aksi-aksi hebat untuk ‘membayar uang muka’ terwujudnya cita-cita mereka.

Saya cuplikkan beberapa kalimat dan kejadian yang sangat menginspirasi saya di beberapa adegan para pemainnya, semoga bisa jadi bahan perenungan dan mampu melejitkan semangat kita semua untuk mewujudkan cita-cita.
1.     Kala itu Agus melamun di depan rumah, memikirkan cita-cita apa yang harus dia tulis untuk tugas mengarangnya. Mbah Tapak pun datang membawa kayu dan duduk di samping Agus. Terjadilah obrolan, dan Mbah Tapak bilang: “Cita-cita itu bukan untuk ditulis saja, tapi diwujudkan!”
2.     Waktu nenek Agus masuk ke kamar Agus dan memberikan peci hitam peninggalan kakek Agus yang berinisial EPW. Nenek Agus itu bilang (kurang lebih seperti ini dialognya), “Kakekmu itu orang dengan segudang cita-cita! Nenekmu ini tiap minggu juga punya cita-cita.” Nenek Agus bercita-cita bisa ketemu Agus, ayah Agus, Ibu Agus di Muntilan setiap minggunya. Hm, Subhanallah sekali ya… Masih kata nenek Agus (kayaknya nenek Agus yang bilang…hihi, agak lupa di adegan ini. Mohon dikoreksi!): “Bukan seberapa banyak, seberapa tinggi cita-citamu, yang paling penting USAHA untuk mencapai cita-cita itu…” (Dream-Pray-Action!)
3.     Agus berinisiatif membuat celengan bamboo dibantu Puji, lalu mengumpulkan uang dengan hasil keringatnya sendiri. Mulai dari mencari keong bersama Jono kemudian dijual ke Mbah Keong, lalu Agus pun menawarkan diri untuk membantu ayahnya mengantarkan tahu. Dari orang yang berlangganan tahu itu Agus mendapatkan tugas lagi untuk mengantarkan ayam potong ke salah satu Rumah Makan Padang. Agus sangat senang karena selain dapat upah, seolah dia merasa: “terwujudnya cita-citanya semakin dekat”. Pulang dari sana dia pasti bernyanyi: “Kampuang nan jauh di mato…” (huaaa, Cenung jadi kangen episode mbolang ke Padang November tahun lalu… kapan ya ke Padang lagi?)
4.     Agus mencoba memvisualisasikan mimpinya untuk bisa makan di restoran Padang dengan membuat topi khas Padang (baca: tanjak). Wow, kereeen…
5.     Ada kepuasan tersendiri saat Agus membuka celengan bambunya.
6.     Konflik terbangun saat uang hasil celengan yang dimasukkan Agus ke dalam tas kresek masuk ke sumur saat dia disuruh ibunya menimba air. Lemaslah dia seketika! Cita-cita untuk makan di restoran Padang dengan uang hasil celengannya seolah pergi begitu saja dengan sangat cepatnya. Agus jadi sedih dan murung di teras rumahnya (mukamu memelas banget sih Gus? Hihi). Mbah Tapak mendekati dia dan ngasih nasihat: “Nasib seseorang yang ‘menentukan’ orang itu sendiri dan cobaan itu pasti mengikuti, yang penting USAHA! Rezeki itu nggak pernah pergi Cuma menunggu waktu yang TEPAT dan TERBAIK (nambahi…hihi) untuk kembali…”
7.     Hm… bahagianya hati Agus tatkala neneknya memberikan dia uang yang cukup banyak. Agus pun sangat terharu.
8.     Dan yang paling unik dari keluarga Agus adalah… “everyday is tahu bacem day!”
9.     Di akhir Agus bilang (waktu membacakan karangannya di depan kelas, ini garis besarnya aja): “Namaku Agus. Aku tinggal di kaki Gunung Merapi. Ayahku bekerja di pabrik tahu dan ibuku seorang ibu rumah tangga yang pandai memasak. Aku bercita-cita makan di restoran Padang. Aku tidak malu dengan cita-citaku. Puji bilang cita-citaku rendah dan menyusahkan. Tapi aku belajar lebih SABAR dan PANTANG MENYERAH. Cita-cita itu penting tapi bukan segalanya. Masih ada keluarga, sahabat,… Cita-cita bukan untuk dinikmati sendirian tapi juga harus berguna untuk nusa dan bangsa. I want to be a singer…”

Jreeeng… (Agus pun bernyanyi. Empuk euy suaranya…)

Aku mengalah saat malam masih beredar
Kau bagi dua roti yang enak rasanya
Berbagi cerita dan ceria bersama
Sahabatku tiada duanya

Kehujanan, kepanasan itu biasa
Kita jalani, iringi tawa gembira
Berbagi mimpi masa depan cita-cita
Sahabatku tiada duanya

Genggam erat tanganku
Rangkul saja bahuku
Kita kan selalu bersama

Hiasi hari ini
Dengan sempurna
Sahabatku tiada duanya

***
Dan inilah impian-impian yang pernah aku tuliskan dan sampai sekarang masih terus saya perjuangkan untuk diwujudkan… Ya Allah, inlah proposal hidupku… (Sebuah catatan yang pernah saya tulis di penghujung Desember 2011 untuk mengikuti sebuah kompetisi penulisan jelang awal tahun 2012)

CATATAN LANGKAH KEMBARA HIKMAH
Oleh: Keisya Avicenna

Jika tiap impian hanya dipertemukan getah pahit dirasa
Bila tiap kerinduan hanya dihadapkan pada racun kemunafikan yang penuh dusta
Maka, hadapkan diri pada langit yang pintunya selalu terbuka.
Mengadu di dalam butir-butir pengakuan dan berharap hanya pada-Nya
agar lepas segala kegelisahan dan dipertemukan dengan ketenangan…
 
Ya Rabb, jadikan penerimaan qadar-Mu lebih indah selaksa daun-daun zaitun
Berhiaskan embun yang dipancari sang fajar di pagi hari
Jadikan episode ini lebih indah…
Lebih baik dari pagi yang tersusun cahaya yang ditemani kilapan senyuman
***
Menjelang penghujung akhir tahun 2011, sebentar lagi kita akan membuka gerbang kehidupan di tahun baru 2012. Sudah seharusnya kita melakukan evaluasi atas pencapaian maupun cita-cita yang belum tercapai. Dan detik ini aku ingin menciptakan “terminal” dalam diriku, ‘pemberhentian sejenak’, untuk sejenak merenung, memahami, dan belajar memaknai lebih dalam. Menengok masa lalu untuk kemudian membuat sebuah resolusi yang harus aku ikhtiarkan maksimal untuk menjejak nyata di tahun mendatang. Ada lima resolusi terbesar di tahun 2012 yang akan aku uraikan dalam untaian aksara yang tengah menemaniku bermetamorfosa kali ini. Aksara-aksara yang menemaniku membuat notulensi akhir tahun yang kelak menjadi blue print kehidupanku di tahun 2012.

Sebagai insan ciptaan Allah Swt, kita harus selalu menatap harapan terbaik di masa depan. Ya, karena hidup ini hanya terdiri dari tiga bagian: masa lalu, masa kini dan masa depan. Masa lalu adalah pelajaran terbaik, masa kini adalah prestasi terbaik dan masa depan adalah cita-cita terbaik. Jika kita selalu mengisi hati kita dengan penyesalan untuk masa lalu dan kekhawatiran untuk masa depan, kita tidak memiliki hari ini untuk kita syukuri. Tetaplah bersyukur dan bersyukur, walau mungkin kita melihat sebongkah cahaya kecil di atas bukit kegelapan. Sesungguhnya Allah Swt mengabulkan doa-doa dalam prasangka hamba-Nya. Kata-kata syukur selalu didahului oleh sabar. Sabar itu lebih mudah dilakukan. Banyak orang yang berhasil sabar dalam kedukaan, namun amat sulit untuk menemukan orang yang mampu mensyukuri nikmat Allah dalam kesempitan yang ia alami.

Inilah resolusi pertama dan merupakan resolusi terbesarku di tahun 2012…

 “Ya Rabb, jika masih ada sedikit kebaikan dariku dan Kau menganggapku telah pantas, datangkanlah seseorang yang akan menjadi partnerku mengarungi hidup ini. Datangkanlah dengan cara yang bersih, sederhana. Jika dia jauh, maka dekatkanlah. Jika dia telah dekat, maka sampaikanlah waktunya. Ya Rabbi… Engkau Mahatahu apa yang tepat dan terbaik untukku, untuk dunia dan akhiratku.”

 Sebuah doa yang akhir-akhir ini sering aku panjatkan. Doa yang tak pernah henti membasahi lisan ini. Berdasarkan apa yang pernah aku tuliskan dalam “life mapping”, menikah merupakan salah satu impian terbesarku di tahun 2012. Ya, menikah adalah resolusi terbesarku di tahun 2012. Bismillah, senantiasa aku meluruskan niat. Menikah itu ibadah dan menikah adalah separuh dien, salah satu hal yang merupakan sunah Rasulullah Saw. Akhirnya, aku pun mulai menyusun dan menuliskan kriteria-kriteria sosok “lelaki idaman” yang aku damba kelak untuk menjadi seorang imamku, selama-lamanya. Seorang suami sekaligus ayah dari anak-anakku kelak.

Selain menetapkan kriteria, aku pun menyusun visi dan misi yang akan aku bangun dalam universitas kehidupan bernama: pernikahan. Aku mempunyai misi pernikahan yaitu “mewujudkan pernikahan sebagai penyempurna agama yang bukan sekedar untuk mencari bahagia, tapi menuai keberkahan di dunia dan akhirat, bersama menuju surga-Nya.” Untuk merealisasikan misi itu akupun menetapkan ”AMANAH” sebagai visi pernikahanku. Aku ingin membentuk keluarga yang AMANAH karena semua yang terjadi dalam hidup kita, sekecil apapun yang kita lakukan, semuanya pasti akan dimintai pertanggungjawaban. AMANAH ini ada uraiannya:
[A]  :  Al Qur’an dan Al Hadits sebagai pedoman utama
[M] : Mengorientasikan semua aktivitas untuk mencari ridho Allah SWT, dilakukan sesuai tuntunan Rasulullah SAW
[A] : Aktualisasi diri dan perbaikan diri secara kolektif dalam rangka membentuk dan membangun keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah, dakwah serta amanah
[N] : Nikah = kesempatan menjadi lebih baik dari hari ke hari, menjadikan ‘pernikahan’ sebagai medan jihad, medan ber-fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan), dan medan bersyukur.
[A] : A Miraculous Journey (Pernikahan adalah penyatuan kedua jalan yang berbeda, kemudian berjalan bersama dalam satu jalan yang baru, jalan yang lebih lebar, sebuah perjalanan penuh hikmah, ‘perjalanan yang ajaib’)
[H] : Hidup dalam suatu rumah tangga yang menjadi surga serta sebagai ‘markas dakwah’.



Sampai detik ini aku senantiasa yakin bahwa bersabar akan penantian pasti membuahkan hasil yang istimewa. Dan sungguh benar janji Allah Swt, "Wanita yang keji untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji untuk wanita yang keji pula, sedangkan wanita yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik juga diperuntukkan bagi wanita yang baik…” (QS. An-Nur: 26).

Satu hal terpenting yang terus-menerus aku upayakan sampai sekarang adalah evaluasi diri dan mencoba lebih mengenal diri sendiri. Aku teringat nasihat Ustadz Anis Matta, Lc: “Pemahaman diri yang benar tentang diri sendiri akan melahirkan penerimaan diri yang baik. Membuat kita menerima diri secara apa adanya. Tidak menganggap diri kita melebihi kapasitasnya atau kurang dari kapasitasnya. Kalau kita mampu menerima diri kita dengan baik, setelah menikah pada umumnya kita juga mampu menerima pasangan kita dengan baik.” Nah, nasihat ini selalu menjadi pelecut semangatku untuk lebih memahami diri sendiri sebagai langkah awal untuk terus memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas diri karena “dia” akan datang sesuai kondisi iman di hati.

Jika ada sisa harapan dalam hidupku di jalan-Nya, aku berharap segera usai penantianku akan anugerah separuh dien-Nya. Menikah dengan lelaki pilihan-Nya di tahun 2012 ini. Lelaki yang AMANAH, yang benar-benar terpilih TEPAT dan TERBAIK untuk menemani hidupku selamanya (dunia dan akhirat) dan mempunyai keluarga yang sakinah, mawwadah, warohmah, dakwah, dan amanah. “Bersinergi untuk sebuah kemaslahatan…”

Ya Rabbi, jiwaku takkan lelah menghitung lembaran yang telah terlewati, hati takkan risau, jua tak ingin berkeluh. Semoga “dia” (yang tengah Engkau persiapkan) adalah sosok yang TEPAT dan TERBAIK untukku, untuk dunia dan akhiratku. Aamiin.
***
Resolusi terbesar kedua, aku ingin lebih fokus menghafalkan dan mempelajari Al Qur’an. Ibnu Umar berkata, Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya perumpamaan orang yang menghafal Al Qur'an itu bagaikan pemilik onta yang diikat, jika dirawat dengan cermat, maka tetap dapat dipertahankannya (dimilikinya) dan bila dilepas maka akan hilang” [H.R. Bukhari dan Muslim]. Abu Musa r.a. berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Telatenilah mempelajari Al Qur'an, demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, Al Qur'an itu lebih cepat larinya daripada onta yang lepas dari tali ikatnya” [H.R. Bukhari dan Muslim]. Subhanallah! Insya Allah, aku bertekad akan semakin mencintai ayat-ayat Cinta-Mu, Ya Rabb…

Resolusi terbesar ketiga, aku ingin mempersiapkan diri dan keluarga untuk umroh dan naik haji. Hal ini menjadi salah satu motivasi terbesar agar aku bisa menjadi anak yang senantiasa berbakti dan mampu mewujudkan impian Babe, Ibuk, Mas Dhody, dan Mbak Thicko. Sebuah ikhtiar yang senantiasa aku perjuangkan dengan sungguh-sungguh agar aku bisa membalas segala jerih payah, perjuangan, dan pengorbanan orang-orang yang sangat ikhlas mencintaiku.

Resolusi terbesar keempat, aku ingin menjadi penulis produktif yang senantiasa mengikhtiarkan BEST SELLER untuk setiap karya-karyanya. Kenapa harus BEST SELLER? Karena ketika karya kita luar biasa, ketika karya kita istimewa akan banyak orang yang membelinya, membaginya kepada banyak orang pula, dan itu terjadi secara berkesinambungan. Otomatis, Insya Allah tabungan pahala akan semakin banyak.

Resolusi terbesar kelima, aku ingin mengikuti jejak Bunda Khadijah. Aku ingin belajar menjadi seorang pengusaha muslimah. Saat ini aku tengah merintis usaha crafting (kerajinan tangan) bersama teman-temanku. Semoga di tahun 2012 nanti, kami lebih bisa mengembangkan usaha tersebut serta menjadi muslimah yang mandiri dan kreatif.

Ya Allah, aku tahu Engkau sedang merancang skenario terbaik untukku. Maka satu saja pintaku, kuatkanlah aku apapun skenario-Mu untukku. Akupun belajar percaya bahwa semua hal dalam hidup ini ada dalam aturan-Nya. Musim kehidupan inipun berjalan sesuai dengan sunatullah dan sama sekali tidak dapat diprediksi. Ketika kita berupaya untuk selalu bersyukur atas setiap musim yang kita alami, Insya Allah akan membuat kehidupan ini menjadi lebih bermakna. Allah Swt yang lebih mengetahui sesuatu itu baik atau buruk.

Ada setiap waktu untuk setiap tujuan yang telah Allah Swt tetapkan bagi makhluk-Nya. Masing-masing ‘musim’ yang diberikan-Nya kepada makhluk-Nya memiliki keberkahan tersendiri. Mereka akan tetap datang kepada kita tanpa peduli apakah kita menginginkan musim itu atau tidak. Setiap musim selalu Allah Swt ciptakan pada waktu yang tepat. Dan Allah Swt akan membuat segala sesuatunya indah TEPAT pada waktu dan kondisi TERBAIK yang telah ditentukan-Nya. Adapun yang patut kita lakukan hanyalah bersyukur dalam segala kelapangan dan kesempitan.

Ya Rabb, inilah langkah kembaraku dengan motivasi tertinggi merengkuh keridhoan-Mu… Berikanlah hamba kemudahan. Aamiin Ya Rabbal’alamiin…

Solo,  di penghujung Desember 2011
Keisya Avicenna

***
Inilah cita-citaku...
Apa cita-citamu?

[Keisya Avicenna, H-10 jelang 10-11-12: ”Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”]


0 komentar: